Thursday, April 28, 2016

IPK TINGGI? BUAT APA.. INI JAWABANNYA


Saat yudisium tiba, tidak ada yang lebih penting buat mahasiswa selain nilai. Tiap mahasiswa pasti penasaran dengan indeks prestasi komulatif yang diperolehnya. Saking penasarannya, banyak mahasiswa yang begadang sampai jam 00.00 supaya segera lihat nilainya. Gagal loading, coba lagi. Gagal lagi, coba lagi.

Perasaan senang hinggap kalau IPK cumlaude. Dengan gaya sok rendah hati yang dibuat - buat, mereka akan memposting transkrip nilai di Medsos. Tapi kalau IPK jeblok, dengan nada tegar yang dibuat - buat kita akan nulis status "IPK bukan segalanya" atau, "Yang penting adalah proses mendapatkannya".

Hak untuk bangga atau tidak terhadap IPK adalah hak segenap bangsa. Tapi, ada baiknya kalau kita coba renungkan 15 hal ini :


1. BAGAIMANA IPK DIBUAT


Di dunia akademik, metedologi adalah hal paling tak boleh diabaikan. Dalam penelitian, misalnya, peneliti harus pertanggungjawabkan sumber dan analisis datanya. Dari mana data berasal? Bagaimana data itu diolah dan dianalisis? Idealnya, pertanyaan serupa juga perlu diungkapkan terhadap IPK. Bagaimana dosen memunculkan angka 0 sampai 4 itu di kartu hasil studi kita ?

Secara normatif, skala 0 sampai 4 pada IPK adalah akumulasi penilaian kuantitatif dari nilai tugas, nilai ujian tengah semester, dan ujian akhir semester. Ketiga komponen itu dijumlahkan dengan rasio bobot tertentu. Ada dosen yang membuat rasio 1:1:1, ada yang 1:2:3, ada juga yang 2:1:2. Tapi apakah perhitungan itu dilakukan secara ketat ? Hanya tuhan dan dosen yang tau hal itu.


2. MENGAPA UNIVERSITAS PERLU MEMBUAT IPK 


Universitas menggunakan IPK sebagai alat ukur. Alat ukur biasanya menghasilkan angka atau tanda lain yang merepresentasikan sebuah kondisi. Angka atau tanda ini kemudian dibaca untuk mengetahui kondisi aktual. Dalam hal IP, kondisi yang ingin diketahui perkembangan performa akademik mahasiswa.

Dengan IP, universitas bisa membuat kebijakan yang sesuai kebutuhan mahasiswa. Misalnya, mahasiswa ber-IPK rendah harus mengikuti pendalaman. Adapun mahasiswa IPK tinggi boleh mengikuti kuliah lanjutan.


3. MENGAPA DI DUNIA INI HARUS ADA IPK


Para pemikir positivistik zaman dulu percaya bahwa realitas hanyalah sesuatu yang dapat dilihat, diamati, diukur. Diluar sesuatu yang dilihat hanyalah takhayul, omong kosong, atau ilusi. Keyakinan ini tampaknya diadopsi oleh para akademisi beraliran sama. Mereka hanya percaya sesuatu ada jika tampak, terlihat, dan terukur. Mereka percaya kemampuan, pemahaman, dan penghayatan mahasiswa terhadap sebuah konsep juga harus terukur. Mereka baru percaya bahwa seseorang mampu, paham, atau menghayati jika ada indikatornya.

Keyakinan semacam inilah mendorong para dosen membuat alat ukur dengan berbagai alat tes. Dulu orang percaya soal pilihan ganda cukup akurat. Belakangan, orang yakin soal pilihan ganda adalah kekonyolan sehingga perlu ditinggalkan. Untuk menggantikan itu, para dosen membuat alat ukur lain, misalnya ujian lisan, menulis makalah, atau portofolio.


4. APAKAH IPK CUKUP AKURAT UNTUK MENILAI PRESTASI MAHASISWA


Jika digunakan untuk mengukur aspek kognitif, tes - tes tertulis mungkin cukup memadai. Tapi tes-tes semacam itu tidak bisa membaca aspek - aspek kemanusiaan lain, misalnya keyakinan, penghayatan, dan pengalaman. Padahal ketiga hal itu merupakan tujuan tertinggi pendidikan.

Ada sebuah kasus, seseorang guru agama islam menggelar ujian lisan dengan meminta siswanya menghafal surat Al-Ma'un. Siswa A mendapat nilai bagus karena hafal surat pendek itu. Tapi siswa B justru mendapat nilai jelek. Siswa B tidak hafal surat Al-Ma'un, meskipun ia hafal surat Ali Imron.


5. BENARKAH ORANG TUA KITA SENANG JIKA IPK KITA TINGGI


Tiap orang tua berharap anaknya jadi orang baik - apapun profesinya. Jika anaknya kuliah, tentu saja orang tua ingin anaknya jadi lebih cerdas dari sebelumnya. Beberapa orang tua bangga anaknya ber-IP tinggi karena bisa dijadikan bahan obrolan di kantor. Beberapa orang tua senang anaknya cepat lulus supaya bisa dipamerkan dengan tetangga.

Tapi, ada juga orang tua yang tak ambil pusing dengan IPK anaknya. Mereka woles, asal kamu bahagia dia juga ikut bahagia berapapun IPK mu.


6. JIKA IPK RENDAH, APAKAH ITU ARTINYA BODOH


Masih ingat pidato sis Erica Goldson saat pidato kelulusan? Lulusan terbaik itu menyinggung satu hal penting. "Saya lulus, seharusnya saya menganggapnya sebagai sebuah pengalaman yang menyenangkan, terutama karena saya adalah lululsan terbaik di kelas saya. Namun, setelah direnungkan, saya tidak bisa mengatakan kalau saya memang lebih pintar dibandingkan dengan teman - teman saya. Yang bisa saya katakan adalah kalau saya memang adalah yang terbaik dalam melakukan apa yang diperintahkan kepada saya dan juga dalam hal mengikuti sistem yang ada".

Erica percaya, untuk dapat nilai bagus mahasiswa hanya harus melakukan hal yang sangat sederhana; turuti dosen. Kalau bisa, beri lebih dari yang mereka minta. Dosen suruh buat satu makalah, buatlah 3 makalah. Dosen minta anda presentasi, berkhutbahlah! Dosen minta anda rajin kuliah, berangkatlah ke kampus sebelum fajar tiba.

Tapi itu pilihan yang punya resiko juga. Jika kita terlalu sibuk menuruti keinginan dosen, kita justru tidak sempat menuruti keinginan sendiri. Saat mahasiswa lain naik gunung, kamu di kos ngerjain laporan praktikum. Saat teman lain rafting di Serayu, kamu justru buat paper. Sementara teman pergi ke bioskop, kamu malah antri service komputer.


7. APAKAH IPK BERPENGARUH TERHADAP MASA DEPAN 


Tergantung kita ingin jadi apa kelak. Kalau mau jadi karyawan, tentu perlu IPK bagus supaya bisa ikut rekrutmen. Tapi kalau pingin jadi pengusaha, yang lebih diperlukan adalah kecakapan berinovasi dan mental baja. Kalau ingin jadi pengacara dan buka firma hukum sendiri, IPK tinggi juga tidak mutlak diperlukan. Yang lebih diperlukan adalah kecakapan analisis. Kalau ingin jadi seniman, berkreasilah. Buatlah sesuatu yang bisa dinikmati banyak orang.


8.  BENARKAH PERUSAHAAN SUKA KARYAWAN BER-IPK TINGGI


Beberapa perusahaan membuat syarat ketat saat rekrutmen. Biasanya mereka mengizinkan sarjana dengan IPK di atas 2,75 untuk ikut seleksi. Sikap perusahaan ini, menurut beberapa analisis bukan strategi merekrut mahasiswa cerdas. Mereka hanya sedang menghindari merekrut karyawan malas.

Sebab, IPK 2,75 itu standar. Itu bisa diperoleh dengan cara - cara standar. Berangkat kuliah, presensi, nulis makalah, lalu ikut ujian. Jika IPK dibawah itu, ada kemungkinan mereka malas. Itu saja.


9. APAKAH IPK MEMBANTU MEMPEROLEH JODOH 


Menurut analisis psikologi sosial Prof Yamato Sukamesum, jumlah cowok yang tertarik dengan cewek karena kecerdasannya tidak lebih banyak daripada jumlah cowok yang tertarik dengan cewek karena fisiknya. Kalau gak percaya, perhatiin saat cowok dengan cewek yang baru dikenalnya. Dia memang berlagak memperhatikan pembicaraan, tapi percayalah, pandangan matanya akan "luber" kemana - mana.

Begitu pula buat cewek. Cewek tidak tertarik dengan cowok pintar (apalagi sok pintar). Lebih banyak perempuan justru tertari dengan laki - lagi yang membuatnya nyaman. Bisa dilihat sendiri, populasi jomblo lebih banyak diisi oleh pecinta karya ilmiah. Cowok yang bisa masukan bola ke keranjang setinggi 3 meter justru sering gonta - ganti pacar.


10. APAKAH CALON MERTU AKAN MENANYAKAN IPK


Tentu saja iya (jika calon mertua adalah dosen pembimbing kamu di kampus). Bukan cuma tanya IPK, dia bahkan akan tanya kenapa rasio sampel dan populasi tidak representatif. Dia akan tanya bagaimana data A dan B ditriangulasikan.

Tapi kalau calon mertuamu adalah dai, dia tidak akan tanya IPK. Dia cuma akan meminta shalat yang rajin.


11. APAKAH IPK TINGGI BISA DIAGUNGKAN KE BANK 


NO!! Bank tidak peduli dengan kepintaran orang di sekolah. Bank lebih peduli pada kepintaran orang menghasilkan uang. Ini memang fakta yang kejam. Tapi memang begitu cara kerja Bank.

Mereka bisa memberi kredit 5 milyar pada juragan tanah lululsan SD, tapi susah sekali memberi kredit pada lulusan cumlaude untuk sekedar buka usaha.


12.BERAPA IPK YANG DIPERLUKAN AGAR BISA JADI PRESIDEN


IPK Joko Widodo saat kuliah di Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada hanya 3,05. Tapi dia jadi Presiden negara terbesar keempat di dunia. Presiden Amerika Serikat Barack Obama lulus dari Jurusan Ilmu Politi Columbia University, tapi tanpa penghargaan. Konon dia bisa diterima di Harvard Law School karena politik afirmasi ras. Selain itu, saat karirnya sedang bersinar sebagai tokoh politik berhaluan liberal.

Tersebar guyon, sarjana dengan nilai A atau cocoknya jadi dosen, peneliti, atau ilmuwan. Kalau nilainya B cocok jadi karyawan atau PNS. Kalau nilainya C cocok jadi pengusaha. Kalau C atau D, cocoknya jadi politisi.


13. JIKA DITANYA, APA YANG DIBAWA MATI NILAI IPK ATAU PROSES MENDAPATKAN IPK


Sebagai orang beriman, kita sudah tau jawabannya.


14. APAKAH SOEKARNO PERNAH NYONTEK SUPAYA DAPAT IPK BAGUS


Saat sekolah Teknik di Bandung, dia pernah bekerja sama dengan mahasiswa lain saat ujian. Dan dia menyebut perbuatan itu sebagai "gotong royong". Tidak percaya ? bacalah buku Penyambung Lidah Rakyat karya Cindy Adam.


15. LALU KAPAN KAMPUS AKAN BERHENTI MEMPRODUKSI IPK


Segera. Tidak lama lagi orang tidak percaya lagi dengan penilaian kuantitatif. Masyarakat ingin penilaian akademik yang lebih otentik. Saat itulah kampus akan berhenti memproduksi angka - angka

1 comment:

  1. Gan, sambil ngejar IPK sambil nanam pohon yuk, aplikasi langsung :) semakin menarik karena sekarang ada program penanaman pohon sekaligus mendapatkan keuntungan ekonomi atas penanaman dan kampanyenya. cari tahu caranya di http://www.greenwarrindonesia.com

    ReplyDelete

Copyright © 2017 MBLOGOBLOG