4 PERTANYAAN WAWANCARA KERJA YANG SEBAIKNYA TIDAK KAMU JAWAB. INI ADALAH HAL PENTING!
Wawancara kerja merupakan proses menuju final dalam perekrutan karyawan suatu perusahaan. Jika kamu mendapatkan kesempatan untuk wawancara, tetaplah optimis karena asumsinya, beberapa langkah lagi kamu akan diterima kerja — jika bisa melalui proses ini dengan baik.
Nah, tantangannya adalah, terkadang pewawancara akan melontarkan pertanyaan-pertanyaan yang sebetulnya nggak pantas untuk ditanyakan. Atau mereka memang sengaja untuk menguji seberapa tanggap kamu atas pertanyaan-pertanyaan yang di luar konteks wawancara dan nggak memengaruhi proses perekrutan. Kamu bisa katakan, “Mohon maaf, saya rasa pertanyaan tersebut tidak ada korelasinya dengan pekerjaan” dan berhak untuk nggak menjawabnya. Momen ini bisa menjadi ladang ranjau yang menggagalkan kesempatanmu untuk diterima kerja.
Berikut 5 pertanyaan yang harusnya nggak kamu jawab karena ilegal.
1. “Di mana biasanya Anda beribadah?”
Pertanyaan yang menjurus ke konteks keyakinan ini sebetulnya nggak pantas untuk ditanyakan ke calon karyawan. Kecuali kamu melamar kerja di sebuah institusi atau sekolah keagamaan. Kamu berhak nggak menjawab pertanyaan ini dengan alasan keyakinan adalah hak asasi manusia dan bersifat privasi. Meskipun mungkin pewawancara sekadar ingin tahu dan nggak mempunyai maksud tertentu. Namun, kamu berhak menolak untuk menjawabnya sekaligus mengantisipasi karena pertanyaan ini bisa saja mengarah atau menyudutkan aliran tertentu.
2. “Kenapa Anda belum menikah?”
Selain pertanyaan terkait keyakinan, pertanyaan semacam ini juga dianggap sudah menyinggung wilayah privasi. Menikah atau nggak menikah adalah urusanmu. Walaupun mungkin maksudnya pewawancara ingin mengetahui apakah kamu sudah berkeluarga atau belum, tapi jika pertanyaannya mengenai alasan kenapa kamu nggak kunjung menikah, kamu berhak mengalihkan pembicaraan dengan sopan. Kecuali kamu memang tipe yang suka curhat colongan
3. “Siapa yang Anda pilih dalam pemilu Presiden beberapa tahun silam?”
Baik pewawancara maupun calon karyawan, keduanya sama-sama nggak diperkenankan untuk mengungkap preferensi politik masing-masing. Pertanyaan terkait politik seperti ini dianggap kurang etis dan nggak boleh digunakan dalam pertimbangan perekrutan karyawan. Apalagi jika pimpinan perusahaan terlibat dalam pencalonan atau panggung politik dalam negeri. Hal ini bisa menjadi alasan yang kuat kenapa perusahaan dan karyawan di dalamnya harus berada pada posisi yang netral terkait dunia politik.
0 komentar:
Post a Comment